Langsung ke konten utama

Ragu yang Kalap.

Ragu yang Kalap

Tragedi luka tentang amatirnya merasa, membuat ragu bersemayam pada yang bukan.


Terkujur jiwa ini

Dalam peti mati

Terkujur perasaan ini

Rayakan yang tlah mati


Ditancapnya berjuta keping kaca

Pada hati yang entah,

Akan berwujud semula

Atau tidak


Hanya perlu satu raup

Tuk raibkan rasa kelu

Yaitu tentang aku

Yang harusnya masih hidup


Rasa sulit terlelap

Mempertanyakan yang hinggap

Layakkah ku mendapat dekap?

Setelah sayat yang menyekap?


- N, yang merasa akan kehambaran.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perisai Jiwa Kalut.

Perisai Jiwa Kalut. Biarkan aku menjelma banyak hal untuk bercerita tentang kamu, yang memberiku balut pada sejuta luka yang ku raup.  Karna ada beberapa hal di bentala ini yang memang tidak seharusnya untuk dipahami. Termasuk tentang gelas kaca retak yang akan bisa kembali menjadi satu jika dipahat kembali oleh yang mengasihi, tentang abu-abu nya penglihatan yang dalam kedipan mata menjadi berwarna oleh yang memberi tawar, dan tentang kamu yang menjadi semuanya. Pandanganku terhadap dunia terlalu lemah sampai kamu menghempas hal-hal hina yang buatku merasa demikian. Terkadang secara sadar aku dengan tak merasa disayangkannya mengeluarkan air mata saat berfikir tentang betapa menakjubkannya semesta setelah hidupku berporos pada kamu. Aku senang dapat melihat dunia menjadi seindah ini, seindah saat kamu mengatakan padaku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Walau terkadang perasaan-perasaan bergemuruh dalam diri ini membuatku menjadi wanita gila, sabarmu tak pernah terlipat menghadap...

Aku 'manusia', Bukan 'Manusia'

Aku 'manusia', Bukan 'Manusia' Luka pada setiap desir-desir darah manusia adalah hal lumrah, yakin pada jagat bahwa akan ada balut pada setiap luka yang kau peluk. Bukan nona jika tak banyak ingin Bahhkan ketika banyak larva yang terurai Mari mati, jika sepi datang lagi Mati mari, jika tak lagi sepi Lambai pun tampak tak kasat Aku seperti ingin teriak "Wahai bentala, perlakukan aku dengan layak!" Namun paku keluar dari mulutku tak kalah banyak Aku muak dengan tatap tatap mata asing Sudahkah darah ini tergerak berhenti? Atau, masih menjalar Layak belati yang tertancap di relung diri Aku, yang selalu buncah akan sepi Aku, yang selalu haus akan afeksi Dan aku, yang jiwanya tampak di ambang mati Tapi, Tuhan masih baik hati dengan memberi balut pada setiap darah mengalir yang tampak ngeri. - N, seorang 'aku' yang tak kau sadar juga kamu.