Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2022

Mendekap Keping Semu.

Mendekap Keping Semu. Pada bab akhir, tentang segala cerita yang terukir, aku akan tetap hadir menjadi satu hal tersisa yang terakhir. Larva darah pecah mengalir Meluap penuhi sisi diri Debar jantung melemah Tatap mata sendu memerah Dibuai kelam yang tampak sejati Merasa dihunus sepi kian mencekik Ditilik kini berisi sekeping duri Lantas menjadi-jadi Dulu kanvas putih ini terisi  Warna-warni menghiasi Kau yang melukis rapi Tapi, kau juga yang merobek mati Mencekik bayang, akan semu yang sempat hadir Walau hanya khayal, kau tak layak disebut ilusi Kau pernah nyata Membasuh darah dan luka nanah Mendekap lelah yang ku cipta Walau pudar saat bunga tercipta Redup sesakki penjuru hati Pelita yang ku puja, kini mati Terkubur dalam liang inti Yang ku tahu tak akan hidup lagi. -N, pengagum sang pembedah hati.

Liang.

Liang. Walau nanti, akan berlagak seperti dua orang yang tak pernah saling memberi. Disaat gelap menguasai seisi penjuru hati, robekan penuh sayat menghiasi relung diri, saat banyak darah terkunci yang tampak tak dapat mengalir keluar, kau hadir. Hadir sebagai pelita yang menghapus gelap bahkan di sudut terkecil hati, hadir sebagai perban membalut semua sayatan yang terukir, hadir sebagai jalan agar darah-darah tak kasat mata ini keluar dan habis. Sejatinya, kau hadir meraup seluruh paku yang tertelan olehku. Aku tampak gila, oleh segala hal manis yang kau perbuat, oleh tutur katamu yang menyejukkan layak bayu, oleh lengkungan bibirmu yang aku tak pernah lihat ada senyum semanis itu sebelumnya. Kita tampak berjalan beriringan, lewati banyak lubang di jalan beraspal, saling menjunjung saat satu di diantara kita tengah lumpuh, saling memberi tapak ketika deras air harus dilewati. Begitu banyak malam yang sudah kita lewati, begitu banyak tawa yang sudah kita gemakan bersama, tatap dan lam...